Dari Seragam Loreng ke Tali Rumput Laut, Daeng Ngunjung Andalkan IM3 untuk Tetap Terhubung

Daeng Ngunjung, Petani rumput Laut dari Tonrokassi Jeneponto, mengandalkan IM3 untuk tetap berkomunikasi

Limabelas Indonesia, Jeneponto — Di pesisir tenang Desa Cinong, Kelurahan Tonrokassi, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Saparuddin Dg Ngunjung, akrab disapa Daeng Ngunjung, menemukan kehidupan barunya sebagai petani rumput laut setelah puluhan tahun mengabdi sebagai prajurit TNI Angkatan Darat di Kodam XIV/Hasanuddin.

Sejak pensiun pada 2019, pria berusia 59 tahun ini memilih menekuni budidaya rumput laut jenis cottoni yang dikenal memiliki nilai jual tinggi, terutama sebagai bahan tambahan dalam industri makanan dan kosmetik. Kini, dengan mengelola lahan laut yang dangkal dan berarus tenang, ia rutin memanen hasil budidayanya setiap 30 hari.

“Kalau dulu di bagian Perlengkapan Kodam, sekarang pegang tali rumput laut,” canda Daeng Ngunjung saat ditemui di sela-sela aktivitasnya di bibir pantai Cinong, Senin (28/7/2025. “Tapi kerja keras tetap sama.”

Dalam kesehariannya, Daeng Ngunjung tidak hanya mengandalkan kekuatan tangan dan pengalaman lapangan. Ia kini makin bergantung pada teknologi digital untuk mendukung aktivitas budidayanya. Mulai dari mengecek prakiraan cuaca, memantau harga pasar, mencari informasi teknik budidaya terbaru, hingga menjalin komunikasi dengan sesama petani maupun pembeli—semuanya dilakukan lewat ponsel pintar.

“Saya pakai IM3 Indosat, karena sinyalnya kuat di sini. Penting sekali, apalagi kalau mau kirim gambar hasil panen ke pengepul atau tanya-tanya ke petani di daerah lain,” ungkapnya.

Keberadaan sinyal yang stabil menjadi kunci keberhasilan komunikasi bagi para petani pesisir seperti Daeng Ngunjung. Bersama ratusan petani rumput laut lain di Desa Cinong, ia menjadi bagian dari ekosistem digital yang tumbuh di kawasan yang dulu hanya mengandalkan kabar dari mulut ke mulut.

Kini, lewat konektivitas yang terjangkau dan andal, IM3 menjadi jembatan antara laut dan pasar, antara petani dan teknologi.

“Kalau ada harga bagus, cepat tahu. Kalau ada cuaca buruk, bisa bersiap,” katanya sambil tersenyum.

Ia berharap ke depan ada kelompok tani nelayan di tempatnya, “Saya sudah beberapa kali mengajukan ke pohak terkait namun belum direspon, ” ujarya, Dia juga berharap ada pelatihan digital untuk para petani di desanya, “Kalau ada pendampingan, lebih bagus lagi. Supaya semua bisa ikut berkembang.” (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *