Limabelas Indonesia, Makassar – Kepala Kantor OJK Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Moch. Muhlasin, menjelaskan pentingnya sistem pengawasan internal di lembaga jasa keuangan sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas dan kepercayaan publik terhadap industri keuangan.
Menurut Muhlasin, salah satu fungsi penting dalam organisasi keuangan adalah satuan kerja audit internal (SKAI). Tim ini bertugas memeriksa dan memastikan kegiatan operasional di setiap cabang berjalan sesuai ketentuan.
“Kalau ada ratusan atau puluhan cabang, SKAI-lah yang turun langsung melakukan audit, baik secara langsung maupun lewat laporan. Dari laporan itulah bisa diketahui kondisi dan potensi masalah yang perlu ditindaklanjuti,” ujarnya.
Ia mencontohkan, audit internal tidak selalu dilakukan setiap hari agar kegiatan operasional tetap berjalan normal. Namun, setiap temuan dan laporan transaksi tetap menjadi bahan evaluasi rutin untuk memastikan semua aktivitas sesuai aturan.
Selain pengawasan internal, lembaga keuangan juga diawasi oleh akuntan publik sebagai pihak eksternal yang melakukan pemeriksaan secara independen.
“Akuntan publik akan melaporkan hasil auditnya dan wajib berkomunikasi dengan OJK. Jika ditemukan kelemahan atau potensi risiko, mereka menyampaikan informasi itu kepada kami agar bisa segera ditindaklanjuti,” jelas Muhlasin.
Ia menggambarkan proses pengawasan ini seperti speedometer, yang memberi tanda ketika ada masalah atau risiko yang perlu diperhatikan. Setelah audit internal dan eksternal selesai, OJK akan melakukan pemeriksaan lanjutan secara acak (random check) untuk memastikan hasilnya akurat.
“Kadang tim kami turun langsung ke cabang tertentu tanpa pemberitahuan, misalnya ke Sinjai atau daerah lain, untuk memastikan semua berjalan sesuai ketentuan,” tambahnya.
Muhlasin juga menekankan pentingnya konsep pengawasan berbasis risiko (risk-based supervision). Artinya, OJK memprioritaskan pengawasan pada sektor atau lembaga yang memiliki tingkat risiko lebih tinggi.
“Tidak semua hal bisa diperiksa sekaligus, jadi kami fokus pada area yang material dan berpotensi menimbulkan dampak besar,” katanya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan bahwa beberapa proses perizinan kini mulai disederhanakan. Ada izin yang bersifat wajib, dan ada pula yang cukup melalui pelaporan daring agar lebih efisien.
Menutup penjelasannya, Muhlasin berharap sistem pengawasan dan perizinan yang semakin terintegrasi dapat memperkuat tata kelola lembaga keuangan di Indonesia.
“Harapan kami, ke depan seluruh sistem ini semakin baik, transparan, dan bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan,” pungkasnya.(*)