Pekerja Bata Merah yang Menyulap Tabungan Emas Jadi Modal Usaha

edi, pekerja batu merah di Gowa (Foto : Mila/Limabelas Indonesia)

Limabelas Indonesia, Gowa – Asap tipis terlihat keluar dari sela-sela tumpukan batu bata merah yang tengah dalam proses pembakaran di Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Di halaman rumah sederhana, seorang pria yang akrab disapa Edi (35), tengah mengawasi ribuan bata yang dijemur. Sejak remaja, hidupnya akrab dengan panas tungku pembakaran dan kerasnya tanah liat.

Ayahnya pergi meninggalkan rumah saat Edi berusia 15 tahun. Sejak itu, ia putus sekolah demi membantu sang ibu mencari nafkah sebagai pengrajin bata merah. Di Bontonompo, bata merah bukan sekadar barang dagangan. Sejak abad ke-15, material ini telah menjadi identitas budaya Gowa, diwariskan dari generasi ke generasi. Sejak dulu Kabupaten Gowa dikenal sebagai penghasil batu bata merah terbesar di Sulawesi Selatan.

Meski kini pamornya terdesak oleh kehadiran bata ringan, Edi tetap teguh menjaga tradisi. Dengan tangan terampil dan mesin sederhana, ia mampu menghasilkan 500 bata setiap hari. Setelah dijemur seminggu, bata lalu dibakar tiga hari tiga malam. Proses panjang yang menuntut kesabaran dan ketekunan.

“Bata merah itu harganya murah, cuma Rp700 per biji. jika saya cetak banyak maka hasilnya pun akan banyak. Nah dari situ saya bisa menghidupi ibu,” ujarnya, Minggu (28/9/2025).

Hidup Edi berubah pada 2020, saat sang ibu menyarankan ia menabung emas di Pegadaian Rappokaleleng, Bontonompo, tak jauh dari rumahnya. Setiap rupiah hasil keringatnya disisihkan, ditukar menjadi saldo emas.
“Kalau emas perhiasan jika saya simpan di rumah, ibu khawatir karena penglihatannya rabun. Lebih aman kalau di Pegadaian, dalam bentuk tabungan Emas,” katanya.

edi, nasabah tabungan emas di Bontonompo Gowa (Foto : Mila/Limabelas Indonesia)

Langkah kecil itu menjadi jalan besar. Dari tabungan emas, ia kemudian membuka deposito emas di Pegadaian. Hasil investasinya dipakai membeli lahan seluas 10×13 meter untuk memperluas usaha. Kini, ia mempekerjakan dua buruh dengan kapasitas produksi meningkat hingga 3.000 bata per hari. Jika cuaca bersahabat, omzet bulanannya bisa mencapai Rp12 juta.

“Dulu saya hanya bekerja sendiri, sekarang sudah bisa sudah punya lahan sendiri untuk membuat batu merah dan juga punya buruh yang membantu saya, semuanya karena emas yang saya tabung dipegadaian,” ucap pria yang masih betah melajang ini.

Cerita Edi hanyalah satu dari ribuan kisah masyarakat yang merasakan manfaat Tabungan Emas Pegadaian. Kepala Departemen Business Support PT Pegadaian Kanwil VI Makassar, Andi Vivin Budi Permana, mengungkapkan tren investasi emas di Sulawesi Selatan terus tumbuh. Per Agustus 2025, saldo tabungan emas meningkat 32% menjadi 486 kilogram, dengan 197 ribu nasabah.

“Emas kini dipandang masyarakat sebagai investasi yang aman, mudah, dan sesuai kebutuhan. Tabungan emas sejalan dengan misi Pegadaian, yaitu mengEMASkan Indonesia,” ujarnya.

Di Kabupaten Gowa, saldo tabungan emas naik 17% menjadi 22,1 kilogram, dengan jumlah nasabah meningkat 21% menjadi 14.700 orang. Pegadaian menargetkan budaya menabung emas menjadi bagian dari visi Indonesia Emas 2045.

Pemimpin Wilayah Pegadaian Makassar, Ngadenan, menambahkan produk tabungan emas juga mengalami lonjakan. Hingga pertengahan September 2025, jumlah tabungan emas mencapai 704 kilogram, naik 46,05 persen yoy. “peningkatan produk layanan emas sejalan kultur warga Sulsel. Warga Sulsel dikenal dikenal gemar menabung dan menyimpan emas. Menariknya, kenaikan harga emas tidak menyurutkan semangat masyarakat untuk memiliki emas sebagai investasi,” jelasnya.

Perspektif Akademisi

Pengamat ekonomi Universitas Fajar Makassar, Dr. Nurmadhani Fitri, M.Si, menegaskan emas masih menjadi instrumen investasi paling diminati masyarakat. Peran tabungan emas pegadaian dalam Mendorong literasi dan inklusi keuangan sangat signifikan mempengaruhi pilihan masyarakat untuk memilih investasi emas yang menjadi salah satu instrumen aman, salah satunya adalah emas itu likuid dan fleksible . Emas adalah uang tapi uang belum tentu emas, selain itu emas bisa naik 24% setiap empat bulan, keunikan emas disaat lagi ada ketidakpastian ekonomi, emas sering ada korelasi melawan aset yang beresiko, “Emas itu likuid dan fleksibel. Harganya cenderung naik, bisa dicairkan kapan saja, bahkan dalam kondisi ekonomi sulit sekalipun,” katanya.

Ia menilai Tabungan Emas Pegadaian turut mendorong literasi dan inklusi keuangan. “Program ini membuka akses investasi bagi masyarakat kecil dengan modal terjangkau. Emas adalah bentuk investasi jangka panjang yang aman, sekaligus solusi mempersiapkan masa depan,” tambahnya.

Kisah Edi adalah bukti bahwa kerja keras tak pernah sia-sia. Dari tanah liat yang dibentuknya setiap hari, kini lahir harapan baru lewat tabungan emas. Dari seorang buruh bata, Edi mampu menjadi pengusaha kecil yang bisa membuka lapangan kerja.

“Saya tidak menyangka dari usaha bata merah ini saya bisa punya emas dan usaha sendiri,” ujarnya sambil tersenyum.

Seperti bata merah yang tak lekang oleh waktu, emas pun hadir sebagai simbol keteguhan dan masa depan yang lebih kokoh. Lewat Pegadaian, Edi dan ribuan masyarakat lainnya tengah berkontribusi dalam upaya besar Pegadaian mengEMASkan Indonesia.

#MengEMASkanIndonesia

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *