PLN Wujudkan Transisi Hijau dari Pesisir Untia, Menyulap Sampah Bukti Nyata SDGs di Makassar

Daeng Andi, pekerja produksi furniture olahan Sampah Rappo , Mitra binaan PLN UID Sulselbar (Dok. Limabelas Indonesia)

Limabelas Indonesia, Makassar – Di ujung utara Kota Makassar, tepatnya di Kelurahan Untia, Kecamatan Biringkanaya terbentang kawasan pesisir yang penuh dinamika kehidupan.

Dari salah satu rumah produksi olahan sampah plastik yang cukup dikenal di kawasan itu, terdengar bunyi mesin pencacah plastik berpadu dengan suara alat pemotong yang berbunyi khas. Di antara tumpukan botol dan plastik warna-warni, Daeng Andi (46) tampak sibuk memotong bahan untuk dijadikan furniture dari bahan daur ulang sampah plastik.

Dulu, Daeng Andi hanyalah pekerja serabutan. Kadang melaut, kadang memulung di pesisir. Tak ada kepastian penghasilan, tak ada jaminan hari esok. “Kalau cuaca jelek, saya tidak bisa melaut. Mau kerja apa lagi? Hanya berharap ada rezeki lewat,” katanya.

Kini, hidupnya berubah. Daeng Andi menjadi bagian dari Rappo Indonesia, UMKM mitra binaan PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat (UID Sulselrabar) melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Dari tumpukan sampah plastik, ia kini menemukan harapan dan pekerjaan yang layak.

Program TJSL yang dijalankan PLN UID Sulselrabar bukan sekadar kegiatan sosial. Lebih dari itu, program ini adalah wujud nyata komitmen PLN terhadap Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin 8 tentang Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi serta poin 12 tentang Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab.

GM PT PLN UID Sulselrabar, Edyansyah mengatakan , PLN berkomitmen agar transisi menuju energi bersih berjalan seiring dengan transisi hijau dalam pengelolaan lingkungan. “Melalui TJSL, kami memastikan keberlanjutan tidak hanya berarti menjaga bumi, tetapi juga membuka kesempatan kerja yang bermartabat bagi Masyarakat,” ujarnya.

Untuk mewujudkan hal itu, PLN bermitra dengan Rappo Indonesia, sebuah usaha sosial yang fokus mengubah sampah plastik menjadi produk bernilai tinggi. Pernah ada kegiatan bersih-bersih kawasan dan PLN terjun langsung menempatkan empat dropbox pengumpulan sampah plastik di berbagai titik, termasuk kantor PLN dan Kampung Nelayan Kumpiani, sebagai bagian dari upaya membangun ekosistem ekonomi sirkular.

Sampah yang dikumpulkan dari dropbox dan bank sampah kemudian diolah di rumah produksi Rappo di Untia. Dari tempat inilah, ratusan warga pesisir mendapatkan pekerjaan baru, termasuk Daeng Andi.

“Dulu saya malu karena kerja cuma pungut sampah,” kata Daeng Andi tersenyum. “Sekarang, saya bangga. Karena dari sampah ini, kami bisa hidup layak dan bantu jaga laut dari kotoran plastik.”

Bukan hanya bantuan peralatan dan material untuk proses produksi yang diberikan pihak PLN, tapi juga melalui pelatihan dan pendampingan yang diselenggarakan PLN dan Rappo, masyarakat pesisir belajar memilah, mengolah, dan memproduksi berbagai barang daur ulang: tas, dompet, pot tanaman, hingga furnitur dari plastik bekas.

Menurut Akmal Idrus, pendiri sekaligus direktur Rappo Indonesia, pihaknya kini mampu mendaur ulang hingga satu ton sampah plastik setiap bulan dan menghasilkan lebih dari 2.000 produk dari sekitar 30 jenis.

“Kerja sama dengan PLN menciptakan dampak positif ganda,” kata Akmal. “Kami tidak hanya membersihkan lingkungan dari sampah, tapi juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat pesisir , hal yang sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.”

Furniture hasil olahan sampah plastik dukungan PLN UID Sulselbar (Dok. Limabelas Indonesia)

Sejak program TJSL PLN berjalan, lebih dari 150 warga pesisir Untia telah merasakan manfaatnya. Mereka kini memiliki penghasilan tambahan dari kegiatan pengolahan sampah, baik sebagai pengrajin, pengumpul, maupun pengolah plastik.

Rappo juga menggandeng dua mitra pengrajin, empat mitra pengolah plastik, dua TPS3R, satu bank sampah, dan empat pengepul dalam ekosistemnya. Model bisnis sirkular ini tak hanya mengurangi polusi plastik, tetapi juga menghidupkan ekonomi lokal di kawasan pesisir Makassar.

Di sisi internal, PLN juga mengampanyekan pelestarian lingkungan melalui berbagai langkah sederhana namun berdampak, seperti pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, penyediaan tumbler untuk pegawai, hingga penggunaan souvenir ramah lingkungan dari produk Rappo pada kegiatan perusahaan.

Langkah-langkah ini mencerminkan filosofi PLN bahwa tanggung jawab lingkungan bukan hanya proyek, melainkan bagian dari budaya perusahaan.

“Transisi energi bersih tidak bisa dipisahkan dari transisi hijau,” tegas Edyansyah. “Dengan program seperti ini, PLN ingin memastikan bahwa setiap kilowatt listrik yang kami hasilkan juga membawa manfaat sosial dan lingkungan bagi masyarakat.”

Berkat dukungan PLN, Kini, hasil kerja keras Rappo dan masyarakat Untia telah melangkah ke panggung dunia. Melalui program TJSL, PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat (UID Sulselrabar) membawa Produk daur ulang ramah lingkungan ini untuk ikut berpartisipasi dalam World Expo 2025 di Osaka, Jepang, mewakili inovasi sosial dan keberlanjutan dari Makassar.

Bagi Daeng Andi, pencapaian itu terasa luar biasa. “Alhamdulillah bu, dari tempat kami ini Siapa sangka, hasil kerja tangan kami bisa dikenal sampai luar negeri,” ujarnya.

Daeng Andi tahu, pekerjaannya bukan sekadar mengolah sampah , tapi bagian dari gerakan besar untuk menyelamatkan bumi.

Melalui komitmen PLN UID Sulselrabar dalam TJSL, serta kerja sama dengan Rappo Indonesia, masyarakat pesisir seperti Daeng Andi kini memiliki masa depan yang lebih layak. Mereka bukan lagi penonton dari perubahan, melainkan pelaku transisi hijau yang sesungguhnya.

Apa yang terjadi di pesisir Untia menjadi bukti bahwa keberlanjutan bukan sekadar konsep, tetapi tindakan nyata. Dengan menggabungkan energi bersih, ekonomi sirkular, dan pemberdayaan masyarakat, PLN telah menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan bisa berjalan beriringan.

Sampah yang sebelumnya menjadi masalah Bersama, berkat PLN melalui Rappo Indonesia membuktikan bahwa SDGs bukan sekadar cita-cita global, melainkan kenyataan yang tumbuh dari akar masyarakat Indonesia. (*/mila)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *